Embun pagi itu masih memyatu dengan keheningan
Menunggu fajar meretas kesunyian
Menanti mentari pagi menmpakkan senyumnya yg cemerlang
Menunggu fajar meretas kesunyian
Menanti mentari pagi menmpakkan senyumnya yg cemerlang
Ia bergeming
Menarik nafas yang enggan merekah
Mencoba melangkah meski kaki tergolek lemah
Mengais asa yang tak kunjung berbunga
Menggenggam bara yang kian membakar raga
Menarik nafas yang enggan merekah
Mencoba melangkah meski kaki tergolek lemah
Mengais asa yang tak kunjung berbunga
Menggenggam bara yang kian membakar raga
Ia terhempas
Memendam asa yang tak pernah lepas
Menggeram perih menahan gejolak resah
Bergolak-golak bagai gunung lava yang mmembara
Menerjang-nerjang dinding jiwa bagai pasukan kuda
Mendobrak-dobrak pintu kalbu dengan ribuan luka
Menghujam perih bagai tertusuk pedang baja
Memendam asa yang tak pernah lepas
Menggeram perih menahan gejolak resah
Bergolak-golak bagai gunung lava yang mmembara
Menerjang-nerjang dinding jiwa bagai pasukan kuda
Mendobrak-dobrak pintu kalbu dengan ribuan luka
Menghujam perih bagai tertusuk pedang baja
Namun
Ia lelah untuk menyerah
Meski luka, meski hancur, meski terkubur
Kaki kecilnya akan tetap meluncur
Meski lelah, meski resah, meski sakit
Jiwanya tak pernah berhenti bangkit
Ia lelah untuk menyerah
Meski luka, meski hancur, meski terkubur
Kaki kecilnya akan tetap meluncur
Meski lelah, meski resah, meski sakit
Jiwanya tak pernah berhenti bangkit
Karena ia tahu
Pilihannya hanya ada satu
Maju atau terus melaju...
Pilihannya hanya ada satu
Maju atau terus melaju...