Sabtu, 12 September 2015

Aku Bahagia Bersamamu, Meskipun...

Suatu malam saya melihat wajah suami yang begitu penat, lelah dan rasanya dia sedang memikul beban begitu berat. Saya tak banyak bicara, kecuali kalau memang ia sendiri yang mengajak berbincang terkait masalah yang sedang dipikulnya. Karena bagi pria, di saat ia memikul masalah, ia memerlukan ruang dan waktu sejenak baginya menyendiri, untuk merefresh pikirannya yang bercabang ke sana kemari. Pria selalu membutuhkan gua untuk ya bersembunyi sejenak, tanpa perlu memikirkan hiruk pikuk dunia luar termasuk rumah tangganya, Kemudian saya berpikir sejenak. Lalu memeluknya dan berkata "Aku bahagia bersamamu bi..."

Dia tersenyum dan setengah menitikkan air mata. Ada yang membebani benaknya. Tuntutan demi tuntutan yang diciptakan oleh keadaan; bahwa "seharusnya" ia bisa membahagiakan istri dan anak-anaknya lebih dari kondisi sekarang. Kebutuhan sandang dan papan yang bagi pasangan muda seperti kami, menjadi salah satu prioritas untuk dipikirkan pemenuhannya. Ditambah berbagai list kebutuhan Homeschooling anak-anak kami mulai makin banyak. Ternyata, celotehan-celotehan saya yang sering kali bilang "Bi kita beli ini yuk... Bi kita tabung buat ini yuk... Bi ini proposal peralatan homeschooling Emil & Awim..." dan berbagai celotehan lainnya yang setiap hari boleh jadi membebaninya.


Padahal saya tak bermaksud demikian, namun fitrahnya seorang pria bahwa ia memiliki "harga diri" sebagai pemimpin keluarga, membuatnya merasa bahwa itu "harus" lah tanggung jawabnya. Ketika saya bilang "kita", yang terlintas dalam pikirannya adalah "aku." Saya yang nggak paham alur pikirnya, dan suami saya yang memiliki persepsi berbeda. Maka perbincangan yang ada kaitannya dengan "nafkah lahir", terkadang membuat kami gak nyambung.


Aku bahagia bersamamu bi, meskipun boleh jadi kondisi kita tidak seideal seperti orang lain. Aku bahagia kamu bisa lebih banyak waktu sama aku dan anak-anak. Aku bahagia kita merencanakan semuanya bersama, berjuangnya bersama, dan menikmati hasilnya pun bersama. Aku bahagia dari semenjak mengenalmu, hingga menikah, melewati proses terapi dari berbagai trauma bersama, punya anak, menulis bersama, hingga saat sulit yang menghimpit dan suka cita yang membahagia kita bersama. Aku bahagia menjalani setiap proses ini satu demi satu bersamamu.


Beneran bi, aku bahagia banget. Kan bahagia itu diciptakan, tak mengenal kondisi apapun. Aku beneran bahagia banget. Bukan berarti karena kita belum mencapai banyak mimpi, lantas kita tertekan dan gak bahagia kan? Kan kata yabi mereka yang bahagia itu yang bisa menerima dan bersyukur terhadap kondisi apapun. Yabi tak perlu merasa terbebani, mari kita jalani bersama semuanya. Allah kan takdirin kita bareng buat saling kerjasama bukan kerja masing-masing.


Kata-kata di malam itu setidaknya membuat pundaknya yang tegang jadi mengendur. Meskipun saya paham, tak seutuhnya melepas kerumitan pikirannya."Makasih ya mi, udah bilang "aku bahagia bersamamu" sama Yabi, itu melegakan sekali."Sejak malam itu saya belajar, bahwa sedalam apapun perasaan kita, tetap perlu diutarakan pada pasangan. Meski rasanya hanya sepele. Ucapan terima kasih padanya, akan membuat ia merasa berarti. Ucapan maaf padanya, akan membuat ia merasa dihargai dan dihormati. Ucapan tolong padanya, membuat ia merasa dibutuhkan. Ucapan cinta padanya membuat ia merasa rasa cintanya berbalas. Ucapan "aku bahagia bersamamu" meskipun sederhana, membuatnya merasa bahwa ia adalah pasangan terbaik bagi diri kita.


Rutinitas sehari-hari yang itu-itu saja, kebosanan yang boleh jadi melanda, tuntutan hidup yang terus menerus ada; terkadang membuat kita lupa untuk mengucapkan kalimat-kalimat sederhana itu pada pasangan. Kalimat sederhana yang merupakan "kebutuhan" dasar manusia; akan diakui, dihormati, dihargai, dan dicintai. Kebutuhan yang seringkali hanya kita berikan di momen-momen spesial saja.


Kebutuhan yang justru akan berdampak luar biasa bila kita cicil rutin setiap hari. Kebutuhan yang kadang kala terabaikan karena ego diri yang ingin "menang" dan merasa pasangan harus melakukannya lebih dulu. Kebutuhan yang akan menyadarkan kita, bahwa diri dan pasangan Allah takdirkan bersama untuk saling membutuhkan satu sama lainnya.


Ya... karena apa yang terjadi dalam pernikahan, dimulai dari hal-hal sederhana yang dilakukan terus menerus. Sesederhana mengucapkan "Aku bahagia bersamamu." ðŸ˜Š


Semoga Allah memberikan kita keberkahan, untuk bisa mencipta

‪#‎BahagiaMerawatCintaSepanjangMasa‬ menuju ‪#‎RumahTanggaSurga‬Bismillah ^.^

Bandung, 13 September 2015

Dari seorang istri yang terus belajar mengenal suaminya setiap hari
 _FufuElmart_  ðŸ˜Š

0 komentar:

Posting Komentar