Jumat, 18 Maret 2016

Biarlah

Saat burung-burung mulai berkicau di pagi hari, saat itulah mentari mengintip malu-malu di ufuk timur. Seperti pujangga yang tersipu-sipu ketika berpapasan tanpa sengaja dengan sang pujaan. 
Ketika langit berubah menjadi biru, saat itulah angin berhembus merdu, mengantarkan kerinduan demi kerinduan yang telah tertumpuk di penghujung malam.

Pagi ini, masih seperti pagi-pagi sebelumya. Fajar menyingsing dengan senyum merekah. Mentari bersinar dengan cerah. Dan langit membiru sempurna di lengkungan cakrawala. Tanpa noda, tanpa kelabu, dan menjingga seindah biasanya.

Seolah mengatakan, bahwa rindu ini masih sama seperti biasanya. Masih tentangmu yang tak jemu selalu menghantui hati dan fikiranku. Seperti gas yang tak kasat mata, menelusup ringan ke dalam dada. Bertumbuh dan kian bertumbuh hingga kadang hampir tak mampu terbendung. Namun, sesaat kemudian terkendali dan kembali jinak seperti kucing kecil yang kelelahan setelah bermain kesana kemari seharian.

Biarlah. Biarlah pagi ini tetap indah. Dan biarlah rindu ini tetap merekah. Seindah simfoni angkasa yang tak terbatas dan tak terhingga ujungnya. 

Biarlah. Biarkan semua menikmati keindahannya. Hingga waktu yang ditentukan tiba. Dan keindahan semu itu, suatu hari pasti berlalu. Berganti dengan sesuatu yang lebih hakiki dan abadi.
Jadi, biarkan saja.

Seperti pagi yang tetap membiarkan dunia menikmati keindahannya. Seperti itu pula aku, yang membiarkan rindu ini menyelesaikan perannya. Hingga nanti, ia berlabuh pada tempat yang memang sudah menjadi haknya.
Jadi, biarkan saja.

^_^

Bandung, 19032016
MSF

0 komentar:

Posting Komentar